Senin, 03 Juni 2013

Matur suwun alias Terima kasih



Akulahir di sebuah desa terpencil di Magetan, Jawa Timur, selalu diajarkan untukmengucapkan terima kasih oleh orang tua, khususnya ibu. Saat menggendong aku,jika ada orang lain yang memberikan sesuatu pada aku (permen, makanan, uang,dll) ibu selalu bilang, “matur suwun yaYu, matur suwun ya Pak, matur suwun Bude,” dan sebagainya. Sambilmengucapkan itu ibu memegang tanganku dan seolah-olah aku sendiri yangmengatakan hal itu pada orang tersebut. 

SaatMbahku berkunjung ke rumah kami atau kami ke rumahnya, bila Si Mbah membelikanjajan lagi-lagi Ibu selalu mengajariku untuk mengucapkan terima kasih. Begitujuga yang terjadi seperti sekarang, banyak ibu-ibu di pedesaan yang tetapmengajarkan anaknya seperti yang terjadi padaku dulu. 

Setelahmemasuki usia remaja yang terjadi padaku justru berbeda. Aku merasa risih dangengsi mengucapkan kata terima kasih. Kenapa ya aku kok malu? Kenapa aku kokrisih dan gengsi? Padahal ini penting untuk menghargai sesuatu yang orang lainlakukan atau berikan pada kita. Mengucapkan terima kasih pada orang yang lebihtua/ lebih tinggi pangkatnya dan lebih aku hormati rasanya lebih gampang danada kata ‘harus’ mengucapkannya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang akupelajari artinya ‘terima kasih’ adalah rasa syukur. ‘Berterima kasih’ adalahmengucapkan syukur; melahirkan rasa syukur atau membalas budi setelah menerimakebaikan dsb.

Tapimengucapkan kata terima kasih pada teman sebaya/ seusia atau bahkan ke orang yanglebih muda, apalagi anak kecil rasanya susah luar biasa untuk bilang, ‘terimakasih ya.’  Hemm… Kenapa ini? Kok rasanyaaku ini sama yang lebih tua/ lebih tinggi menunduk-nunduk tapi sama yang lebihmuda/ lebih rendah  nginjak-injak. Kenapahal penting yang diajarkan orangtuaku nggak bisa jadi kebiasaan dankesadaranku?

Seringsekali aku melihat ada remaja atau anak-anak yang diberikan sesuatu oleh oranglain tapi tidak mengucapkan terima kasih. Dia langsung ngeloyor pergi denganmalu-malu. Atau tetap di depan orang tersebut dengan menundukan kepalamalu-malu. Orangtuanya tetap bilang terima kasih ke orang tersebut. Entah anaknyabilang terima kasih atau tidak. Apa ya yang dirasakan oleh orang yangmemberikan sesuatu tersebut jika anak tersebut tidak bilang terima kasih danjika anak tersebut bilang terima kasih? 

Lha nek wong sing ngewehi iku awakmu piye? (lha,kalau orang yang memberikan itu kamu gimana?) DOR! Ditanya itu rasanya sepertiditembak tanpa bisa mengelak atau tanpa perlindungan apa pun. Hmm Aku seringsekali jika memberikan sesuatu atau membantu orang lain, merasa kikuk, merasanggak terima kalau orang tersebut tidak mengucapkan terima kasih. “Orang sudahdibantu atau dikasih sesuatu kok nggak bilang terima kasih? Apa sih beratnyabilang gitu aja?”  Hahaha! Itu yangsering ada dalam perasaan aku. “lha, kamu ini membantu orang lain kok pamrih?”  Modar kon! Hahaha! Kalau aku sendiri punyaperasaan itu apakah orang lain begitu juga? Walau pun tidak semuanya sama. 

Padaakhirnya aku kalau membantu orang ya belajar untuk tulus aja. Tanpa pamrih danembel-embel, meskipun embel-embelnya sederhana, berharap diberikan ucapanterima kasih. Kalau memang kita bisa membantu dan sanggup membantu apasalahnya. Entah dia terimakasih atau nggak itu kan masuk ranah pribadi orangtersebut. Tapi, susahnya luar biasa. Hehehe.

Pernahtemanku yang bekerja sebagai sekretaris seorang pimpinan perusahaanmenceritakan pengalamannya tentang terima kasih ini. Bosnya bilang kalau diaharus berterima kasih pada orang lain dan siapa pun yang membantu danmempermudah kerja atau hidup kita, “sekecil dan sesederhana apa pun yang merekalakukan untuk kita. Misalnya terhadap tukang parkir. Kalau kita nggak adatukang parkir, kira-kira apa yang terjadi? Parkir mobil tidak teratur, semuaorang saling serobot tempat parkir, atau bisa saja kita menabrak pagar/ mobillain karena tidak ada yang mengarahkan. Terhadap tukang sampah atau cleaningservice, kalau nggak ada mereka apa yang akan terjadi pada kantor kita? Kantor-kantoryang lain dan fasilitas umum di sini?” Sejak diberikan penjelasan tersebuttemanku jadi mengerti kenapa dia harus mengucapkan terima kasih. Dia tanpabeban, malu dan gengsi mengucapkan terima kasih pada orang yang membantunya. Bukankarena keharusan/ kewajiban atau peraturan. Tapi karena benar-benar inginmengucapkan terima kasih karena orang lain membantu kita/ mempermudah kerja danhidup kita. Aku pun jadi termangu mendengar cerita sederhana tersebut. Apakah akusudah begitu? Apakah aku tulus kalau membantu atau pun memberi? DOR! *SKD*

Selasa, 03 Agustus 2010

Menjelajahi Hutan

Kena Hukuman

Ah...aku nggak tahu kapan tepatnya dan aku kelas berapa. Saat itu aku masih SD. Sekalohku adalah SD Inpres (Instruksi Presiden. Mungkin singkatannya itu). Saking terpencilnya karena kampungku, tepatnya dusun Wonomulyo berada di tengah-tengah gunung dan hutan. Di bagian Barat, Selatan, Utara dan Timur hutan semua. Meskipun sebelum memasuki hutan pasti ada ladang sayuran yang menghijau dan subur. Di lereng-lereng bukit yang curam dan terjal nenek dan kakekku merintis untuk membuat ladang. aduhhh...kok jadi ngelantur cerita desa sih..hahahaha...gpp deh..agar bisa tergambar suasana desaku di tulisan ini. Rumah-rumah di desaku jadinya berada di beberapa tanah datar. Aku bilang beberapa karena nggak banyak dan nggak luas tanah datar yang layak untuk dibuat rumah.

Jadinya rumah-rumah di dusunku dibagi beberapa blok. Di bagian Barat ada beberapa blok yang dinamai Djeblok Kulon, Gedangan, Templek, dan Mbelik. Di Bagian Tengah ada yang dinamai Djeblok Tengah dan Centong. Di Djeblok Tengah ada pasar sayur yang sekaligus pasar dusun. Setiap pasaran Wage dan Pahing  (hari dalam penanggalan Jawa) pasti ramai. Banyak pedagang makanan, baju dan kebutuhan sehari-hari datang dari desa lain di bagian Timur dusunku yang jaraknya minimal 7 kilo meter degan jalanan yang menurun. Di sini juga ada sekolah dasar Inpres, Masjid dan taman kanak-kanak (ada cerita soal masa TK lain kali ya..wakkakaka. Asyik dapat ide lagi. :D  Di bagian Timur ada Ngelorokan dan Muning. Di daerah ini ada kuburan dusun yang letaknya dekat banget dengan jalan utama dusun.. Argggggg.. Seremmm..! (ada ide cerita lagi de..wakakka) Bagian Selatan dan Utara semuanya perbukitan dan ladang.

Sekolahku adalah SD yang dibangun sekitar tahun 80-an. Aku masih inget waktu kecil sering main ke sekolah untuk lihat bapak-bapak tukang memasang pelapon kelas-kelas di sekolahku..  Denah sekolahku seperti huruf U. Tengah-tengahnya ada kolam besar yang di dalamnya dibuat pulau-pulau selayaknya peta Indonesia tiruan. Keren sekali..lantai bawahnya dicat biru. So ada ikan mas di dalamnya. Setelah pulang sekolah kerjaku dan teman-teman pasti curi dan main tangkap ikan di kolam ini. Sayang ikannya kecil-kecil jadi gak layak di goreng.hahahhahahaha... Selain itu sekolahku memiliki lapangan yang besar  untuk SKJ, main bola, main kasti, galasin, dll. Di dekat sekolah ada masjid dan punden (semacam sumber air yang ada makamnya dan di keramatkan). Sehari-hari aku minum air yang berasal dari sumber ini.
langsung ke cerita deh... waktu itu lagi musim panas. Setiap hari ada saja pedagang es lilin yang datang ke sekolah menjajakan dagangannya. 1 potong es lilin (sekitar 10 cm) dihargai kalau gak salah Rp.50,-  - Rp.100,- (murah banget kan kala u ukuran sekarang). Uang sakuku sekitar Rp.200.- perak per hari...wakakkaka... Biasaya buat jajan makan di warung dekat sekolah dan pasar sekitar segitu harganya.

Saking panasnya laris banget es lilinya. Bahkan ada 2 penjual yang jualan di situ. Aku dan teman-teman kegirangan sekali beli es. Sampai-sampai kami lupa untuk buang sampah ke tempatnya.. Jadinya lapangan penuh dengan plastik bekas bungkus es lilin yang berserakan. Pak Mujiono, salah seorang guru SD yang sebenarnya adalah Pak Dheku (kakak ibu kandungku), marah besar. Dia melangkah ke arah aku dan teman-teman yang lagi bergerombol menjilati es lilin. Aku nggak lihat kalau beliau datang jadinya ketangkap basah masih pegang es lilin bersama 2 temanku yang lainnya. Sementara teman-temanku yang lain udah pada mengambil langkah 2000. Sialan aku dijewer...Ampun.......Ama keponakan sendiri kok tega banget seeee..... bentakku dalam hati..Tapi takut mau protes.... Aku dan 2 temanku dibawa ke depan ruang kantor.. Spontan kami jadi bahan tertawaan seluruh siswa yang berjumlah sekitar 120 - 130 an anak.

Pak Muji akhirnya menghukum kami untuk membuang sebungkus sampah plastik bekas es lilin ke Gedong. Gedong adalah salah satu bukit di sebelah selatan desa yang cukup tinggi dan tampak dengan jelas dari arah sekolah. Akhirnya kami menurut dan mulai jalan bertiga sambil membawa sebungkus plastik bekas es lilin dengan sesengukan tangis. Hik.. Hik.. hik.. hik.... Hidung meler... Mata banjir.....

Duh, malunya luarbiasa.... Apalagi saat berpapasan dengan penduduk yang pulang dari ladang pada tanyain kenapa... Malu jelasinnya... :( Akhirnya selesai juga hukumannya setelah kami buang di salah satu lereng bukit.. Tampak para guru dan murid melihat kami dari depan kantor dan sekolah.... Kami pulang sampai sekolah menunduk malu.. Lebih lagi di dalam kelas..Teman-teman seperti menganggap aku patung.. Sejak itu aku jadi tahu arti kebersihan dan buang sampah harus pada tempatnya... KAPOK!

Sabtu, 03 Mei 2008

KATAKAN KAU CINTA PADAKU

KATAKAN KAU CINTA PADAKU

Katakan kau cinta padaku

Dalam nafasku selalu ada emosi
Goresan luka hati perih
Ramuan dewa pun tak membendungnya

Tunjukkan kau masih tresno aku

Sepanjang malam berkaca
Kaca. Aku tak jadi bagian penting
Mereka. Sepanjang hari air mata hati tumpah

Sayangi aku seperti dulu. Jangan berubah!

Tak bisa lagi kumendekapmu. Sekarang
Harapku kau mengurus kelaminku. Kalau kau mau

Katakan kau cinta padaku, setiap Minggu

Hanya itu yang mengobati
Keraguan cinta dalam sisa waktuku
Sampai tinggal kursi roda ini

Katakan kau selalu mencitaiku
Untuk yang terakhir kali

Kereta Brantas, 18 Des 07

HARI INI ADA MANTENAN

HARI INI ADA MANTENAN

Hari ini
Yu marni lan kang saidi
Mantu
Anaknya warsini
Ada yang memperistri

Ramai
Gamelan, gitar, bas, drum lan mc
Gincu merah di pipi penyanyi
Campursari dari pagi
Sampai malam hari

Puluhan juta
Lenyap dalam sehari
Dan biasanya
Seperti tetangga yang lain juga keluargaku
Setelah itu
Utang menunggu

Hari ini
Yu marni lan kang saidi
Mantu
Jadi raja sehari
Setelah itu siapa yang tahu

Magetan, 16 Des 07